cara menghormat jenazah muslim
Jangan Mudah Mengkafirkan Sesama Muslim
Sesungguhnya
ada 6 Rukun Iman (Allah, Malaikat, Kitab Suci, Nabi, Hari Akhir, dan
Qadla serta Qadar) dan 5 Rukun Islam (Mengucapkan 2 kalimat Syahadah,
Shalat 5 waktu, Puasa di bulan Ramadhan, Zakat, dan Haji jika mampu).
Jika mengingkari salah satunya, misalnya tidak mau shalat, baru kita
bisa mengatakan orang itu kafir. Atau mengaku ada Nabi setelah Nabi
Muhammad.
Namun jika tidak, kita harus hati-hati
dalam mengkafirkan seseorang. Karena dosanya besar. Jika yang dituduh
tidak kafir, maka kitalah yang kafir.
Ada kelompok
Khawarij yang begitu mudah mengkafirkan seorang Muslim bahkan
menghalalkan darahnya untuk dibunuh. Mereka menganggap hanya kelompok
mereka saja yang paling benar. Para ulama sepakat bahwa kelompok
Khawarij ini sudah keluar dari Islam. Semoga kita tidak terjebak dalam
kelompok ini.
Tiga perkara berasal dari iman: (1) Tidak
mengkafirkan orang yang mengucapkan “Laailaaha illallah” karena suatu
dosa yang dilakukannya atau mengeluarkannya dari Islam karena sesuatu
perbuatan; (2) Jihad akan terus berlangsung semenjak Allah
mengutusku sampai pada saat yang terakhir dari umat ini memerangi Dajjal
tidak dapat dirubah oleh kezaliman seorang zalim atau keadilan seorang
yang adil; (3) Beriman kepada takdir-takdir. (HR. Abu Dawud)
Jangan mengkafirkan orang yang shalat karena perbuatan dosanya meskipun (pada kenyataannya) mereka melakukan dosa besar. Shalatlah di belakang tiap imam dan berjihadlah bersama tiap penguasa. (HR. Ath-Thabrani)
Dari Abu Musa r.a., katanya: “Saya
berkata: “Ya Rasulullah, manakah kaum Muslimin itu yang lebih utama?”
Beliau s.a.w. menjawab: “Yaitu yang orang-orang Islam lainnya merasa
selamat daripada gangguan lisannya -yakni pembicaraannya- serta dari
tangannya.” (Muttafaq ‘alaih)
Di saat Usamah, sahabat Rasulullah saw,
membunuh orang yang sedang mengucapkan, “Laa ilaaha illallaah, ” Nabi
menyalahkannya dengan sabdanya, “Engkau bunuh dia, setelah dia
mengucapkan Laa ilaaha illallaah.” Usamah lalu berkata, “Dia mengucapkan
Laa ilaaha illallaah karena takut mati.” Kemudian Rasulullah saw.
bersabda, “Apakah kamu mengetahui isi hatinya?” [HR Bukhari dan Muslim]
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang
lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan
jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh
jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu
sendiri[1409] dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung
ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah
iman[1410] dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah
orang-orang yang zalim.” [Al Hujuraat 11]
[1409]. Jangan mencela dirimu sendiri maksudnya ialah mencela antara sesama mukmin karana orang-orang mukmin seperti satu tubuh.
[1410]. Panggilan yang buruk ialah gelar
yang tidak disukai oleh orang yang digelari, seperti panggilan kepada
orang yang sudah beriman, dengan panggilan seperti: hai fasik, hai kafir
dan sebagainya.
“Hai orang-orang yang beriman,
jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari
purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan
janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu
yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu
merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” [Al Hujuraat 12]
Dari ayat di atas, sering orang suka
mencari-cari kesalahan orang lain. Padahal kalau dia introspeksi, bisa
jadi kesalahannya lebih banyak daripada orang yang dia cari.
Ash-Shahih (Shahih al-Bukhari), dari Tsabit bin adh-Dhahhak, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda:
“… Dan melaknat seorang Mukmin seperti membunuhnya. Siapa saja yang menuduh seorang Mukmin dengan kekafiran, maka ia seperti membunuhnya”.
“Barangsiapa yang berkata kepada
saudaranya “hai kafir”, maka ucapan itu akan mengenai salah seorang
dari keduanya.” [HR Bukhari]
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Bila seseorang mengkafirkan
saudaranya (yang Muslim), maka pasti seseorang dari keduanya mendapatkan
kekafiran itu. Dalam riwayat lain: Jika seperti apa yang dikatakan.
Namun jika tidak, kekafiran itu kembali kepada dirinya sendiri”.[HR
Muslim]
Dari Abu Dzarr Radhiyallahu ‘anhu , Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa memanggil seseorang
dengan kafir atau mengatakan kepadanya “hai musuh Allah”, padahal tidak
demikian halnya, melainkan panggilan atau perkataannya itu akan kembali
kepada dirinya”.[HR Muslim]
Janganlah kita mengkafirkan seorang
Muslim hanya karena dia tidak mampu melaksanakan 100% dari perintah
Allah dalam Al Qur’an. Itu bukan berarti dia kafir. Tapi karena memang
manusia itu sifatnya lemah. Tempat salah dan lupa. Hanya Nabi yang mampu
melaksanakan 100% perintah Allah. Hanya Nabi yang maksum/terlindung
dari dosa. Kita semua niscaya tak lepas dari dosa. Jadi jangan seenaknya
mengkafirkan sesama Muslim.
Referensi:
http://almanhaj.or.id/content/2395/slash/0
http://almanhaj.or.id/content/2395/slash/0
Komentar
Posting Komentar